Sabtu, 24 Desember 2011

PARA ILMUWAN, WHAT IS TO DO?

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT menulis dengan jelas dalam surah Al- Mudattsir ayat 38.
Artinya: “Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya” (Qs. Al-Mudatsir:38)
Dari kontek ayat ini, kita tahu bahwa Allah SWT menciptakan manusia dengan segala potensinya memiliki “tugas” untuk tunduk dan patuh terhadap hukum-hukum Allah SWT dan suatu saat nanti pada saat yang ditentukan oleh Allah semua manusia akan diminta pertanggung jawabannya sebagai bukti bahwa manusia sebagai pengemban amanah Allah SWT.
Dalam melakukan misinya, manusia diberi petunjuk bahwa dalam hidup ada dua jalan yaitu, jalan baik dan jalan yang buruk.
Artinya: “ kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. ( kebaikan dan keburukan )”Q.S Al-Balad ( 90 ) ayat 10
Proses menerima petunjuk ini adalah bagaimana manusia mengembangkan kemampuan potensi akal ( ratio ) nya dalam memahami “alam” yang telah diciptakan dan disediakan oleh Allah SWT sebagai saran dan sumber belajar, kemudian ketika “ilmu” sudah dimiliki diharapkan manusia dapat berkarya (beramal) dengan ilmunya untuk terus membina hubungan vertical dan horizontal.
Manusia yang mau mengembangkan potensi akalnya dapat memanfaatkan pengetahuannya tersebut untuk pencerahan dirinya dan memiliki tanggung jawab moral dan menyebarkan kepada sesama, mereka biasa disebut ilmuwan, cendikiawan atau intelektual.
Tantangan global masa depan umat Islam ke depan seharusnya dihadapi dengan menguras semaksimal mungkin warisan kreatif Tuhan kepada umat manusia. Kondisi ini, semestinya kita secara kontinuitas selalu mengadakan pembenahan secara inovatif yang dijiwai oleh etika dan jiwa serta semangat Islam.. Maka peran pendidikan Islam menjadi kian vital dalam menghadapi percaturan global yang semakin kompetitif Ini merupakan wujud manifesto riil pendidikan Islam dalam membawa pesan pesan edukatif dan spiritual Islam ke semua umat manusia.
Maka dengan demikian, pendidikan secara umum dan khususnya pendidikan Islam seharusnya mampu menghasilkan output bahkan outcome manusia universal sebagai sumberdaya insaniah yang berkualitas yang mampu mengemban misi rahmatan li al-Alamin dan mempunyai kesadaran transendental. Karakteristik cendekiawan muslim yang dianggap kompeten membangun masyarakat yang berperadaban tersebut dalam al-Qur’an disebut sebagai Ulul Albab. Menurut Dawam Rahardjo, kata yang paling tepat untuk dirujuk dalam konteks makna dan tugas cendekiawan muslim dewasa ini adalah Ulul Albab, sebab dalam kata Ulul Albab itulah kombinasi antara ulama dan pemikir itu terlihat dengan jelas. Kata Ulul Albab merupakan sebuah konsep yang penting dalam al-Qur’an berkaitan dengan hakikat sosial keberagamaan Islam. Kata ini disebutkan sebanyak enam belas kali di dalam al-Qur’an. Ulul Albab inilah yang nantinya menjadi sebuah tawaran output sekaligus outcome pendidikan, mengingat kegagalan-kegagalan pendidikan yang telah disebutkan di atas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam tugas dan tanggung jawab ilmuan dan ulul alabab sebagai berikut:
  1. Ilmuwan, Intelektual dan Ulul Albab
            B. Tanggung Jawab Ilmuwan dan Sosial
            C. Intelektual sebagai “ Change Maker
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan gambaran tentang tugas dan tanggung jawab ilmuan dan ulul albab. Khususnya dalam dunia pendidikan dan lebih khusus lagi di negeri Indonesia yang tercinta ini.

BAB II
PEMBAHASAN
A, Ilmuwan, Intelektual dan Ulul Albab
Upaya memberi perbedaan yang tegas dalam mendefinisikan istilah sarjana, ilmuwan, dan intelektual merupakan persoalan yang tidak mudah, sepintas terlihat sama tetapi ketiganya saling berkaitan.
Untuk memahami fungsi dan tugas dari sarjana, Ilmuwan, dan intelektual kita lihat beberapa definisi :
      a. Definisi Sarjana
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia hal. 785, Sarjana disebutkan sebagai orang pandai ( Ahli Ilmu Pengetahuan ) atau tingkat yang dicapai oleh seseorang yang telah menamatkan pendidikan terakhir di perguruan tinggi.[1]
      b. Definisi Ilmuwan
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia hal. 325, Ilmuwan adalah :
1.                  orang yang ahli,
2.                  orang yang banyak pengetahuan mengetahui suatu ilmu,
3.                  orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan
4.                  orang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan dengan tekun dan sungguh-sungguh.[2]
Menurut Webster Dictionary, Ilmuwan ( Sciantist ) adalah seorang yang terlibat dalam kegiatan sistematis untuk memperoleh pengetahuan ( ilmu )
Ensiklopedia Islam mengartikan ilmuwan sebagai orang yang ahli dan banyak pengetahuannya dalam suatu atau beberapa bidang ilmu.[3]

          c. Definisi Intelektual
Intelektual berasal dari bahasa Inggris :
“ Having or showing good mental powers and understanding”
( memiliki atau menunjukkan kekuatan-kekuatan mental dan pemahaman yang baik )
Intelektual “the power of mind by which we know, reason and think” ( kekuatan pikiran yang dengannya kita mengetahui, menalar dan berfikir).
Intelektual adalah seseorang yang memiliki potensi secara actual
Intelektual adalah pemikir-pemikir yang memiliki kemampuan penganalisaan terhadap masalah tertentu.
Menurut George A. Theodorson dan Archiles G.intelektual adalah masyarakat yang mengabdikan diri kepada pengembangan gagasan orisinil dan terlibat dalam usaha intelektual kreatif.
Menurut Shils ( sosiolog barat ) intelektual adalah orang yang terpilih dalam masyarakat yang sering menggunakan symbol symbol bersifat umum dan rujukan abstrak tentang manusia dan masyarakat.
Menurut Prof. Ganjar Kurnia Intelektual adalah orang yang memiliki kesadaran tingkat tinggi, istilah Al-Qur’an Ulil Albab
d. Definisi Ulul Albab
                 Ulul Albab sementara ini dipahami sebagai seorang muslim yang beriman, memiliki wawasan keilmuan, mengamalkan ilmunya dan memperjuangkan gagasan-gagasannya sampai terwujud suatu tata sosial yang diridloi Allah Swt. Secara sekilas, karakter Ulul Albab ini dapat dipahami melalui ayat-ayat al-Qur’an, antara lain QS. ali ‘Imron (3) ayat 190-191. Wawasan keilmuan yang dimaksud di sini sudah barang tentu yang Islami dan yang harus dicari secara berkesinambungan sambil diamalkan dan diperjuangkan, sehingga secara keseluruhan memiliki kesadaran sami’na wa ata‘na kepada Allah Swt. dalam proses tugas kecendekiawanannya.
       B. Tanggung Jawab Ilmuwan, Ulul Albab dan Sosial
Ilmuwan merupakan profesi, gelar atau capaian professional yang diberikan masyarakat kepada seorang yang mengabdikan dirinya. Pada kegiatan penelitian ilmiah dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang alam semesta, termasuk fenomena fisika, matematis dan kehidupan social.
Istilah ilmuwan dipakai untuk menyebut aktifitas seseorang untuk menggali permasalahan ilmuwan secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan dalam bentuk ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan juga untuk berbagi hasil penyelidikan tersebut kepada masyarakat awam, karena mereka merasa bahwa tanggung jawab itu ada dipundaknya.
Ilmuwan memiliki beberapa ciri yang ditunjukkan oleh cara berfikir yang dianut serta dalam perilaku seorang ilmuwan. Mereka memilih bidang keilmuan sebagai profesi. Untuk itu yang bersangkutan harus tunduk dibawah wibawa ilmu. Karena ilmu merupakan alat yang paling mampu dalam mencari dan mengetahui kebenaran. Seorang ilmuwan tampaknya tidak cukup hanya memiliki daya kritis tinggi atau pun pragmatis, kejujuran, jiwa terbuka dan tekad besar dalam mencari atau menunjukkan kebenaran pada akhirnya, netral, tetapi lebih dari semua itu ialah penghayatan terhadap etika serta moral ilmu dimana manusia dan kehidupan itu harus menjadi pilihan juga sekaligus junjungan utama. Oleh karena itu seorang ilmuwan harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya :
a. Prosedur ilmiah
b. Metode ilmiah
c. Adanya suatu gelar yang berdasarkan pendidikan formal yang ditempuh
d. Kejujuran ilmuwan, yakni suatu kemauan yang besar, ketertarikan pada perkembangan Ilmu Pengetahuan terbaru dalam rangka profesionalitas keilmuannya.
e. Peran dan Fungsi Ilmuwan
1. Sebagai intektual, seorang ilmuwan sosial dan tetap mempertahankan dialognya yang kontinyu dengan masyarakat sekitar dan suatu keterlibatan yang intensif dan sensitif.
2. Sebagai ilmuwan, dia akan berusaha memperluas wawasan teoritis dan keterbukaannya kepada kemungkinan dan penemuan baru dalam bidang keahliannya.
3. Sebagai teknikus, dia tetap menjaga keterampilannya memakai instrument yang tersedia dalam disiplin yang dikuasainya. Dua peran terakhir memungkinkan dia menjaga martabat ilmunya, sedangkan peran pertama mengharuskannya untuk turut menjaga martabat.
Tanggung Jawab Ilmuwan
Tanggung jawab ilmuwan dalam pengembangan ilmu sekurang-kurangnya berdimensi religious atau etis dan social. Pada intinya, dimensi religious atau etis seorang ilmuwan hendaknya tidak melanggar kepatutan yang dituntut darinya berdasarkan etika umum dan etika keilmuan yang ditekuninya. Sedangkan dimensi sosial pengembangan ilmu mewajibkan ilmuwan berlaku jujur, mengakui keterbatasannya bahkan kegagalannya, mengakui temuan orang lain, menjalani prosedur ilmiah tertentu yang sudah disepakati dalam dunia keilmuan atau mengkomunikasikan hal baru dengan para sejawatnya atau kajian pustaka yang sudah ada untuk mendapatkan konfirmasi, menjelaskan hasil-hasil temuannya secara terbuka dan sebenar-benarnya sehingga dapat dimengerti orang lain sebagaimana ia juga memperoleh bahan-bahan dari orang lain guna mendukung teori-teori yang dikembangkannya. Karena tanggung jawab ilmuwan merupakan ikhtiar mulia sehingga seorang ilmuwan tidak mudah tergoda, apalagi tergelincir untuk menyalahgunakan ilmu.
Tanggung Jawab Ulul Albab
Tantangan global masa depan umat Islam ke depan seharusnya dihadapi dengan menguras semaksimal mungkin warisan kreatif Tuhan kepada umat manusia. Kondisi ini, semestinya kita secara kontinuitas selalu mengadakan pembenahan secara inovatif yang dijiwai oleh etika dan jiwa serta semangat Islam.. Maka peran pendidikan Islam menjadi kian vital dalam menghadapi percaturan global yang semakin kompetitif Ini merupakan wujud manifesto riil pendidikan Islam dalam membawa pesan pesan edukatif dan spiritual Islam ke semua umat manusia.
Maka dengan demikian, pendidikan secara umum dan khususnya pendidikan Islam seharusnya mampu menghasilkan output bahkan outcome manusia universal sebagai sumberdaya insaniah yang berkualitas yang mampu mengemban misi rahmatan li al-Alamin dan mempunyai kesadaran transendental. Karakteristik cendekiawan muslim yang dianggap kompeten membangun masyarakat yang berperadaban tersebut dalam al-Qur’an disebut sebagai Ulul Albab. Menurut Dawam Rahardjo, kata yang paling tepat untuk dirujuk dalam konteks makna dan tugas cendekiawan muslim dewasa ini adalah Ulul Albab, sebab dalam kata Ulul Albab itulah kombinasi antara ulama dan pemikir itu terlihat dengan jelas. Kata Ulul Albab merupakan sebuah konsep yang penting dalam al-Qur’an berkaitan dengan hakikat sosial keberagamaan Islam. Kata ini disebutkan sebanyak enam belas kali di dalam al-Qur’an. Ulul Albab inilah yang nantinya menjadi sebuah tawaran output sekaligus outcome pendidikan, mengingat kegagalan-kegagalan pendidikan yang telah disebutkan di atas.
  Dengan demikian, target ideal yang harus dicapai oleh lembaga pendidikan Islam adalah melahirkan manusia-manusia yang mempunyai kesiapan untuk mencapai karakteristik Ulul Albab seperti yang dimaksud. Output dan outcome pendidikan seperti inilah yang merupakan arah yang harus dituju agar kelak mampu mewujudkan peradaban Islam alternatif.

“ Ilmu Pengetahuan tanpa Agama lumpuh
Agama tanpa Ilmu Pengetahuan Buta “
C. Intelektual sebagai “ Change Maker “
Intelektual adalah pemikir-pemikir yang memiliki kemampuan penganalisisan terhadap masalah tertentu atau yang potensial dibidangnya. “Change maker” adalah orang yang membuat perubahan atau agar perubahan di dalam masyarakat.
Dengan demikian intelektual memiliki ciri-ciri :
1.         Memiliki ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang mampu diteorisasikan dan direalisasikan di   tengah masyarakat
2.         Dapat “berbicara” dengan bahasa kaumnya dan mampu menyesuaikan dengan lingkungan.
3.         Mengemban tugas sebagai artikulator
4.         Memiliki tanggung jawab sosial untuk mengubah masyarakat yang statis menjadi masyarakat   yang dinamis
Secara khusus, menurut Prof. Quraish Shihab intelektual muslim haruslah memiliki ciri-ciri :
1.      Mengingat ( Dzikir ) kepada Allah dalam segala situasi dan kondisi ( surah Fathir 28 dan Assyuaro 197 )
2.      Memikirkan / memperhatikan fenomena alam raya yang pada saatnya member manfaat ganda yaitu memahami tujuan hidup serta memperoleh manfaat dari alam raya untuk kebahagian dan kenyamanan hidup
3.      Berusaha dan berkreasi dalam bentuk nyata dengan hasil-hasil dari buah pemikiran dan penelitian untuk mengubah kondisi masyarakat dari zero to hero.[4]
Maka intelektual adalah pemikir yang tidak harus menghasilkan “sebuah” pemikiran tetapi juga dapat merumuskan dan mengarahkan serta memberikan contoh pelaksanaan dari sosialisasinya ditengah masyarakat agar segala persoalan – persoalan kehidupan baik pribadi, masyarakat nasional maupun internasional dapat terpecahkan serta dapat menjawab tantangan-tantangan kehidupan di masa yang akan datang.
Peran “merubah” itulah yang menjadikan fungsi “change maker” seorang intelektual dapat berjalan dengan baik yang dimulai dari dirinya kemudian dimanfaatkan dan disebarkan kepada masyarakat .
Allah SWT memberikan “ “ ( sumber alam ) kemudian diolah dengan “ “ ( teori dan pemikiran ) kemudian dibuktikan dengan “ “ ( karya ) nyata yang bermanfaat buat kehidupan manusia.
Kontribusi bagi kemajuan bangsa
Intelektual dan Ulul Albab adalah golongan masyarakat yang memiliki kecakapan yang kemudian bertugas merumuskan perubahan masyarakat yang akan membawa pada kemajuan bangsa yang maju dan bermartabat. Aspek-aspek yang membawa kemajuan bangsa sangatlah banyak diantaranya :
      a. Aspek Idiologi
Intelektual berperan dalam :
1.      Memelihara keyakinan dan kebudayaan bangsa,
2.      Berupaya membangun jaringan-jaringan yang kuat untuk memfilter budaya yang masuk akibat globalisasi,
3.      Memberikan pemahaman.
      b. Aspek politik
Kompleksitas masyarakat dan kepentingan-kepentingannya menuntut adanya pemikiran-pemikiran untuk membina dan membangun masyarakat agar tidak terjadi instabilitasi politik sehingga dalam bernegara para intelektual dapat memberikan solusi terhadap problem-problem yang terjadi.
      c. Aspek ekonomi
Idealnya bagi bangsa yang maju adalah adanya pembelajaran di sektor ekonomi yang adil dan merata karena keberhasilan ekonomi akan meningkatkan taraf hidup bangsa. Maka para intelek dituntut dengan teorinya dapat merencanakan pertumbuhan ekonomi dengan cermat dan dapat memberikan solusi agar pertumbuhan tersebut berkesinambungan serta tercipta kesetiakawanan agar terhindar dari kecemburuan.
      d. Aspek sosial dan budaya
Intelektual dituntut untuk mengerahkan segenap kemampuannya untuk membina masyarakat dan menciptakan harmoni sosial yaitu:
1.      Saling menghormati
2.      Saling menghargai
3.      Saling membantu dan
4.      Saling mengisi


     e. Aspek pertahanan dan keamanan
       Intelektual turut serta membantu masyarakat dalam menandai nilai-nilai dalam kehidupan agar :
1.       Tidak mudah terprovokasi hal-hal yang negative,
2.       Tidak mudah terpengaruh pada faham-faham atau aliran yang menyesatkan,
3.       Memiliki rasa tanggung jawab terhadap keutuhan bangsa dengan prinsip bahwa “ hari ini harus lebih baik dari hari kemarin “.
f. Aspek Pendidikan
Ulul Albab inilah yang nantinya menjadi sebuah tawaran output sekaligus outcome pendidikan, mengingat kegagalan-kegagalan pendidikan yang telah disebutkan di atas.
Apabila dicermati gambaran output dan outcome pendidikan yang ditawarkan oleh al-Qur’an yang diharapkan mampu memunculkan peradaban Islam alternatif tersebut, selaras dengan apa yang telah dicanangkan oleh UNESCO tentang enam pilar pendidikan yaitu :
1.       learning to know (belajar untuk mengetahui),
2.       learning to do (belajar untuk mengerjakan),
3.       learning to be (belajar untuk menjadi),
4.       learning to live together (belajar untuk bisa hidup bersama dalam masyarakat),
5.       learning how to learn (belajar bagaimana belajar) dan
6.       learning throghout life (belajar sepanjang kehidupan).
Menurut UNESCO, keluaran dari proses pendidikan merupakan pribadi utuh dengan keunggulan secara berimbang dalam aspek spiritual, sosial, intelektual, emosional dan fisikal. Di samping itu, juga pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan hidup secara seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat, antara kehidupan pribadi dengan kehidupan bersama (sosial).

BAB III
KESIMPULAN
Dengan memperhatikan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1.   Sarjana adalah orang pandai atau ahli ilmu pengetahuan karena sudah mencapai target terakhir dalam pendidikannya di PT.
2.   Ilmuwan adalah sebuah profesi atau gelar dalam cakupan professional karena sudah mengabdiakn dirinya pada kegiatan penelitian ilmiah dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang alam semesta, fenomena fisika, matematis dan kehidupan social.
3.  Intelektual adalah golongan atau kelas masyarakat yang mempunyai kecakapan tertentu dan dengan kecakapannya mereka merumuskan perubahan masyarakat. Sebab itu intelektual dituntut secara terus menerus untuk mendefinisikan kebenaran dan tidak boleh memilih kepentingan-kepentingan praktis kecuali tegaknya kebenaran itu.
4.     Sarjana, ilmuwan, dan intelektual memiliki komitmen yang tinggi untuk membina dan membangun masyarakat. Sebagian tanggung jawab moralnya terhadap keilmuan yang dimiliki serta tanggung jawab perannya sebagai bagian dari masyarakat ( social )
5. Intelektual dengan kecakapan dan keterampilannya harus mampu merumuskan perubahan masyarakat menuju keadaan yang lebih baik, aktif, dinamis dan bermartabat. Tugas yang diemban ini merupakan bukti bahwa mereka sebagai “change maker” atau orang yang membuat perubahan.
6.   Sebuah bangsa dikatakan maju apabila memiliki ideology yang kuat sehingga tidak mudah goyah oleh serangan-serangan yang dating dari luar, kondisi politik yang sehat, pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat, kondisi social budaya yang kondusif serta memiliki stabilitas dalam pertahanan dan keamanan.
7.  Ulul Albab merupakan sebuah tawaran output sekaligus outcome ideal yang harus dicapai oleh pendidikan Islam. Namun kenyataannya, semakin hari umat Islam semakin tertinggal jauh dari tuntutan zaman. Dengan kata lain, pendidikan belum berhasil menciptakan output dengan karakteristik Ulul Albab, ulama` dan pemikir, karena kurang adanya kejelasan orientasi pendidikan. Penyebab lain yaitu keluaran pendidikan dipahami hanya sebagai output, tidak sampai menyentuh wilayah outcome pendidikan; padahal, tantangan pendidikan Islam di era post-modern ini sangatlah berat.
Intelektual dan Ulul Albab haruslah mempunyai peran yang penting dalam proses pembangunan bangsa supaya maju dan bermartabat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar